Selasa, 11 Desember 2012

UNTUK KAMU


Untuk kamu yang pernah menjadi bagian dari hidupku..
Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam. Aku ucapkan semua itu, karena aku tidak yakin, kapan kamu akan membaca secarik kertas berisi kenangan kita dulu.  Tidak terasa ya, sudah cukup lama kamu menjadi teman perjalanan hidupku, sekarang kamu sudah pergi lagi. Aku sedih memang, tapi aku ingat katamu dulu, aku tidak boleh terlalu lama bersedih itu hanya akan memperburuk suasana. Kamu ingat kan? Itu saat aku menangis di malam kemah saat aku duduk di jembatan tidak jauh dari tendamu.
            Waktu itu aku menangis karena aku kembali merasakan kekecewaan yang cukup mendalam. Aku merasa sedih hingga aku merasa sangat kesepian, walaupun aku tahu di tempat itu banyak orang. Tapi, kesepian itu pecah saat kamu datang. Kamu bertanya padaku, kenapa aku menangis. Lalu kamu memberitahu ku, kalau air mata yang kita jatuhkan untuk seseorang yang tidak pernah menangisi kita itu percuma. Dan aku sadar, kalau selama ini aku menangisi orang yang salah, aku tidak pantas menangisinya. Kamu duduk di sampingku, kita lalu menghitung banyaknya bintang di langit. Sampai acara api unggun tiba, kamu tetap berada di sampingku. Ingat tidak, kita selalu mencuri-curi pandang? Kita saling tersenyum bila ketahuan curi-curi pandang?
Sampai pada akhirnya, kamu kembali mengingatkan aku tentang masa laluku. Kamu tahu kenapa? Saat itu kamu memakai parfum yang sama seperti yang dia pakai dulu.
“Kamu kenapa lagi?” tanyamu,
“Aku sedih lagi gara-gara kamu!” bentakku
“Aku? Memang aku salah apa kamu marah sama aku?”
“Kamu nggak salah apa-apa, tapi kamu kenapa pakai parfum itu?”
“Parfum? Oh, ini aku cuma minta sama Puspa kok. Ada yang salah dari parfum ini?”
“Nggak, hanya saja parfum yang kamu pakai itu mengingatkan aku sama Mika,”
“Oh, maafin aku, aku tidak tahu kalau parfum ini mirip dengan Mika,” katamu sambil memegang kedua tanganku.
Sudah 3 hari kita bersama dalam suasana perkemahan, kini kita harus berpisah. Maksudku, kita sudah tidak bisa meluangkan waktu untuk bersama seperti saat kita di bumi perkemahan. Pada awalnya aku takut kalau kita tidak bisa seperti dulu lagi, tapi ternyata aku salah. Kita bisa meluangkan waktu untuk bersama, bahkan lebih banyak. Kamu ingat tidak pertama kali kita saling mengirim pesan singkat? Aku saat itu menghubungimu karena aku dan Puspa ingin sekali mengajakmu dan Rafa untuk bermain di rumah Puspa.
Kamu tahu? Saat pertama aku mengirim pesan singkat itu, Puspa mengatakan kalau kita ini cocok, dia ingin melihat kita untuk bersatu. Kamu tahu maksudnya kan? Kalau kamu sudah tahu, aku tidak perlu menjelaskannya. Aku waktu itu tidak mau mengatakannya padamu, karena aku tahu, aku bukan siapa-siapa untukmu. Benarkan? Dan sejak saat itu, kita mulai sering berhubungan. Entah lewat pesan singkat atau melalui telepon. Aku ingat betul, saat kamu dikecewakan oleh seseorang yang mungkin sangat kamu sayang. Dia meninggalkan kamu karena alasan yang tidak jelas. Disaat itu, aku mengerti betul bagaimana rasanya menjadi kamu. Aku mencoba menghiburmu semampuku. Dan ternyata usahaku tidak sia-sia. Kamu berhasil tersenyum lagi saat aku mengatakan,  “Udahlah Dan, lupain aja perempuan kayak dia. Bisanya kok cuma nyakitin kamu. Cari yang lebih baik kan banyak,”
“Kalau kamu aja gimana gantinya?” kamu bilang seperti itu, aku tidak percaya. Mana mungkin seorang sahabat mengatakan hal yang tidak seharusnya dikatakan.

Lama-kelamaan, kita menjadi semakin dekat. Kamu mulai menunjukkan perhatianmu, kamu mulai memberi secelah harapan. Tapi—harapan yang kamu berikan harapan yang sesungguhnya atau hanya harapan palsu? Ahhh, aku tidak peduli. Aku tidak peduli, karena aku memang tidak benar-benar mencintaimu, apalagi mengharapkanmu. Kamu tahu kenapa? Ya karena aku masih menaruh harapan pada mantanku, Mika. Aku memang tidak bisa membohongi diriku sendiri.
Hingga pada akhirnya, malam bulan puasa, kamu menghubungiku saat aku sedang asyik bermain perahu air di sebuah taman kota bersama saudariku. Aku sangat terkejut ketika mengangkat telepon mu,
“Ar, kamu mau jadi pacar aku?”
Sontak, aku membalasnya dengan membrondong berbagai pertanyaan,
“Dan? Kamu ini kalau bercanda jangan sama aku.. Aku nggak suka,”
“Ar, aku serius. Kamu mau nggak jadi pacar aku?”
“Dan, kita ini sahabat. Nggak mungkin aku pacaran sama sahabatku sendiri. Lagian kamu juga tahu kan kalau aku itu nggak sesempurna dan secantik wanita lain? Apalagi mantanmu,”
“Aku nggak peduli kita ini sahabat atau apa. Aku juga nggak peduli kamu cantik apa nggak, yang penting itu hati kamu, dan aku juga nggak peduli mantan aku, dia masa lalu,”
Aku terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Aku bertanya pada saudariku, haruskah aku menerima cintamu? Dia bilang aku harus menerimamu kalau aku tidak mau terus teringat masa lalu. Aku semakin bingung, disisi lain aku mencintai Mika, disisi lain, aku mencintaimu sebagai sahabatku sendiri.
“Ar, kamu masih disitu?” tanyamu,
“Iya Dan, aku masih di sini,”
“Gimana kamu mau jadi pacar aku?”
“Dan, kasih aku waktu sampai jam 12. Aku mau berpikir lagi, nanti kalau aku sudah punya jawaban yang fix, aku akan menelepon mu lagi. Kamu nggak keberatan kan?”
“Jam 12? Oke, nggak papa,” katamu sedikit kecewa
Aku bingung, aku harus menjawab apa saat itu. Tanpa pikir panjang, saat itu juga aku langsung menghubungi sahabatku, Puspa. Aku bilang sama dia kalau kamu nembak, dan aku tidak tahu harus bagaimana. Lalu, Puspa bilang, kalau aku harus terima kamu, soalnya, kamu sudah meninggalkan orang lain hanya untuk aku.
Handphone ku berdering, kamu kembali meneleponku,
Ar, gimana jawaban kamu? Kamu mau atau nggak?” tanyamu
Oke, kita jalanin dulu aja,” aku menarik napas panjang
“Jadi, malam ini, tanggal 18 Juli 2012 jam 22:30 kita resmi pacaran?”
“Iya,”
“Terima kasih Ara, aku tidur dulu ya,”
“Sama-sama Danny, selamat malam Superman-ku,”
“Selamat malam Superwoman-ku,” kamu menutup telepon ku

Aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri, aku sama sekali tidak merasa senang, justru aku merasa sedih. Bukan karena aku menyesal telah menjadi pacarmu, tapi aku sedih karena aku takut mendapat karma. Ya, karena aku hanya memberi harapan palsu untuk kamu. Maaf.
Kini, hari demi hari aku merasa ada yang berbeda dari hidupku. Aku merasa bagian tubuhku yang hilang itu telah kembali, itu karena kamu. Awalnya, aku sama sekali tidak mencintaimu, tapi mengapa aku sekarang mencintaimu ya? Aku bahagia lagi sekarang. Aku memiliki kamu, Danny. Kamu membuat aku kembali merasakan indahnya dunia, kamu membuat aku tersenyum lagi. Kamu sungguh baik, dan kamu juga dewasa, seperti Mika. Terima kasih Tuhan, Kamu telah mengirimkan seseorang yang lebih baik dari Mika.
Aku ingat, kamu pernah bilang sama aku, kalau kamu ingin sekali aku menjadi dewasa, tidak seperti saat ini, seperti anak kecil. Tapi, kamu tidak pernah menunjukkan aku bagaimana caranya menjadi dewasa. Kamu membuatku bingung. Kamu tidak seperti Mika, dia mengajariku bagaimana caranya menjadi dewasa. Maaf, kalau aku membandingkan kamu dengan Mika.
Hari terus berganti, waktu terus berjalan. Seiring dengan semua itu, kebahagiaan yang aku rasakan ternyata hanya sebentar. Kamu mulai berubah, kamu mulai menjauh, kamu tidak pernah memberiku kabar. Bahkan untuk menemuiku saja tidak pernah, kamu cenderung meluangkan waktu bersama teman-temanmu yang tidak baik itu. Setiap malam aku selalu menadahkan tangan, aku bicara pada Tuhan, aku bilang kamu berubah, aku minta Danny yang dulu, bukan sekarang.
Kamu ingat tidak? Saat aku berulang tahun, aku sengaja tidak tidur hanya untuk menunggu kamu menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku, nyatanya tidak. Di sekolah saja, kamu tidak mengucapkan itu. Dan, acara makan malam kita kamu batalkan hanya karena kamu ingin bermain dengan temanmu itu. Jujur, saat itu aku kecewa sekali padamu. Aku marah, aku tidak ingin bertemu denganmu. Aku menjauh pun, kamu tidak peduli, sebenarnya aku ini patung atau pacarmu?! Aku sekarang merasa kehilangan seorang Danny, aku seperti tidak memiliki pacar. Dan, pada akhirnya, aku memutuskan untuk menyudahi hubungan kita ini. Aku sudah tidak tahan lagi denganmu.
“Dan, kita sudah nggak cocok, lebih baik kita berteman seperti dulu lagi. Semoga kamu mendapat yang lebih baik dan lebih dewasa dari aku,” kataku menahan tangis.
“Ya, kalau itu memang maumu,” kamu seperti kecewa
“Terima kasih untuk semunya,”
“Ya,” katamu sambil meninggalkan aku.

Aku kembali sendiri, tidak ada kamu lagi. Tapi setidaknya, aku merasa bahagia. Ya, karena aku masih punya sahabat-sahabat yang masih setia denganku. Belum genap seminggu, ku dengar kabar kau telah berpaling dariku, aku tidak menyangka kamu sejahat itu padaku. Aku disini berjuang keras melupakanmu, dan kamu dengan enaknya memiliki wanita lain. saat itu juga, aku langsung jatuh sakit. Aku terbaring lemas di rumah sakit selama beberapa hari.
“Syukur deh Ar, kamu sudah pulang dari rumah sakit. Besok kamu bisa kan datang di ulang tahunku?” Puspa membantuku berjalan.
“Iya Pus, dokter bilang aku udah boleh pulang. Demi kamu, aku dateng kok, tenang aja,” kataku
“Bener yah? Aku tunggu tanggal 2 Oktober jam 5 sore,”
“Iya mbak Puspa,” senyumku
Aku beruntung punya sahabat seperti Puspa, dia yang selalu ada disaat aku sedih atau senang. Terima kasih Puspa, aku tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikanmu.
2 Oktober telah tiba, dan aku sudah berada di rumah Puspa sebelum jam 5 sore. Aku sudah rapi dengan baju warna kuning dan rok putih. Semua tamu undangan sudah datang, aku menunggu acara potong kue sangat lama. Aku tanya sama Puspa kenapa lama, katanya Puspa masih menunggu kamu untuk datang. Tidak lama setelah itu, aku dengar suara motormu, kamu datang dengan menggunakan kemeja merah. Kamu terlihat tampan. Saat acara potong kue dimulai, air mata tiba-tiba air mataku membasahi pipiku. Aku tidak sanggup melihatmu. Penyakitku yang belum sembuh total, kembali datang, kepalaku terasa berat, badanku dingin. Aku terkulai lemah. Lalu Bada datang untuk menyuruhku makan, tapi aku tidak mau. Kamu yang melihat aku dengan keadaan seperti itu datang membawakan ku makan yang sedang duduk di dekat meja billyard. Kamu menyuruhku makan, kamu bilang kamu mau nyuapin aku, tapi aku nggak mau. Kamu pergi ke kamar karaoke. Bada lalu memaksaku makan, katanya kalau aku tidak makan, aku akan menambah bebanmu saja, akhirnya aku makan.
Setelah aku makan, kamu datang menghampiriku dan Yoris. Yoris bilang kalau kamu memang sayang sama aku, kamu harus memperjuangkan aku. Dan kamu harus berubah, tidak seperti dulu lagi. Aku juga harus berubah, berpikir sedikit dewasa.
“Kamu harus berpikir dewasa Ar, kalau kamu memang nggak mau kehilangan Danny lagi. Dan kamu, Danny, kamu harus selalu ada disaat Ara butuh kamu, nggak ngilang gitu aja,” ucap Yoris.
Kita berdua sepakat, dan kita saling meminta maaf dan kembali berpacaran seperti dulu lagi. Aku lalu menyusul Puspa yang sedang bernyanyi di kamar bersama Rafa, Bada, Chinta, dan Devi. Kita jalan berdua. Aku hampir pingsan, kamu langsung menggendongku dan menidurkan ku di kasur. Kamu bilang aku harus beristirahat agar tidak sakit lagi. Terima kasih untuk malam itu.
Aku merasa bahagia kembali, sakitku perlahan mulai sembuh. Terima kasih, kamu adalah Superman untukku Danny. Hari terus berganti, kamu yang awalnya baik hati, perhatian, kini berubah lagi. Aku tidak tahu, kenapa kamu begini lagi. Padahal semuanya sudah ku lakukan agar kamu bahagia. Aku sekarang membencimu. Aku tidak ingin melihatmu lagi.
“Sayang, aku boleh SMS-an sama Rina nggak?” tanyamu
“Terserahlah! Aku nggak peduli!” bentakku
“Kamu nggak marah kan sama aku?” kamu memegang tanganku
“Nggak, udah sana pergi jangan lupa kabarin tuh si Rina!” aku pergi meninggalkanmu.
Sejak saat itulah, aku semakin membencimu. Kenapa masih saja kamu mengharapkan wanita yang tidak seharusnya diharapkan? Perubahanmu semakin kental, tidak pernah lagi menghubungiku, menjauh, bersikap dingin padaku. Aku tidak kuat kalau harus bertahan untukmu. Aku ingin sekali memutuskanmu, tapi aku tidak tahu nomor HP-mu, dengan sangat terpaksa aku harus menunggu kamu menghubungiku. Tidak lama aku berpikir seperti itu, kamu meminta mengakhiri semua ini, aku sangat bahagia mendengarnya.
“Ara, maaf, kita nggak bisa lanjut lagi. Aku terlalu jahat buat kamu, maaf. Terima kasih untuk segalanya, aku sayang kamu,” katamu sambil mengecup keningku.
“Nggak masalah kok, sama-sama ya,” kataku tersenyum lebar.
“Selamat tinggal Superwoman-ku. Kita pasti akan bertemu lagi,”

Selamat tinggal Superman-ku, terima kasih untuk semuanya. Semoga, kamu bahagia dengan hidupmu yang baru. Tidak usah mengkhawatirkan aku, aku sekarang sangat bahagia setelah kamu pergi. Aku senang sendiri lagi. Terima kasih sudah pernah menjadi bagian dari hidupku. Maaf, aku belum bisa menjadi yang terbaik untuk kamu.

Dari,
Seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupmu,
Ara..

(diambil dari tugas Bahasa Indonesia karya Alma Fara)

1 komentar: